Launching Buku Pulih, Antologi Tentang Kesehatan Mental
Semua orang pernah terpuruk, berada di titik nol hidupnya. Ingatan buruk tentang masa lalu yang suram, rasa sedih maupun depresi yang berkepanjangan tentu akan menghambat jika kita membiarkan hal itu hadir membayangi. Lalu adakah solusi untuk menemukan diri yang bahagia, pulih dari beban ingatan yang menganggu? Ada satu buku yang mengusikku beberapa minggu belakangan, buku berjudul Pulih itu muncul di timeline media sosial yang membuatku penasaran seperti apa isinya. Mengapa tema ini diangkat? Apakah sekedar karena topik kesehatan mental sedang hangat-hangatnya dibahas di tengah pandemi ini atau adakah pesan lain yang ingin disampaikan melalui buku ini?
Di tanggal 17 Oktober 2020 kemarin, aku berkesempatan mengikuti Bincang Buku sekaligus Grand Launching Buku Pulih. Buku yang mengusik rasa penasaranku itu.
Grand Launching Buku Pulih |
Sebelum sesi bincang pulih ini Mbak Intan Maria Halim selaku narasumber yang juga founder Ruang Pulih mengajak kami mewarnai mandala. Terkait dengan kesehatan mental, penyakit mental ini berkaitan dengan ketidakmampuan diri menerima keadaan sekarang karena tak berjalan sesuai yang diinginkan. Ketika mewarnai mandala ini, aku belum begitu paham bagaimana imbasnya terhadap self healing ini.
Mandala cinta menggambarkan keunikan seseorang |
Dalam sesi bincang pulih malam harinya, dr Maria Rini mengemukakan bahwa bersosialisasi melalui komunitas ini punya peran positif untuk membangun diri bangkit dari luka. Bahkan di Indonesia sendiri ada beberapa komunitas yang konsen terhadap kesehatan jiwa seperti Komunitas Peduli Schizoprenia, Bipolar Care, Paguyuban jiwa sehat dan yang lain. Dengan bersosialisasi ini kita jadi mengenal bahwa ternyata banyak yang hidupnya jauh lebih pedih dari kita.
Baca juga : Menyembuhkan inner child, luka pengasuhan
Berkomunitas tentu tak sekedar berkumpul, bicara program kerja dan eksekusi. Tetapi ada visi yang ingin diusung. Lebih dari itu, layaknya tempat bernaung, IIDN ingin menemani para kontributornya bertumbuh melalui karya yang bisa memberi banyak hal, termasuk kepada penulisnya. Buku Pulih ini menjadi jawaban tentang bagaimana penulis dengan ditemani ahlinya berproses, menempa diri dan menghapus luka masa lalu kemudian memotivasi dan menginspirasi lewat tulisannya.
Sembuh dari Luka Masa Lalu
Seperti yang mbak Intan Maria Halim sampaikan, bahwa trauma bukanlah kesalahan. Kita hidup di masa kini, bukan lagi masa lalu sehingga poin pentingnya adalah memisahkan masa lalu, masa kini dan masa depan. Mewarnai mandala mengajarkan kita pause sejenak dan memilih perasaan kita. Setiap orang memiliki warna, dan setiap individu itu istimewa. Dengan art teraphy mandala cinta ini diharapkan psikis yang sakit bisa terobati. Dalam warna yang kita gunakan, ada rasa yang tentunya ingin kita lepaskan. Terapi seni ini ternyata membantu untuk berproses mencintai diri sebagaimana adanya dan meyakinkan diri bahwa kita berharga, punya keunikan, punya warna.
Jadi ingat nih film It's okay to not be okay, pada dasarnya dengan menghadapi masalah yang kita alami, hal tersebut mengijinkan jiwa kita bertumbuh sehingga kita bisa melepaskan ikatan masa lalu yang buruk. Seperti yang mba Intan sampaikan, Trauma bukanlah kesalahan kita tapi sembuh itu pilihan. Atensi kita kemana, apakah menginginkan proses penyembuhan atau menerima energi negatif yang datang?
Tentang Buku Pulih Dan Inspirasi Bangkit
You Are not alone
Sampai saat ini, pre-order ke-2 masih dibuka melalui mba Fitria Rahma |
Apakah ketika membacanya emosiku jadi tak baik karena tentu saja dari judulnya kita akan menebak bahwa buku ini terkait tentang proses seseorang sembuh, pulih dari luka dan trauma? Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab di chat zoom oleh seorang teman yang sudah membacanya sebelum launching buku pulih ini. Pada akhirnya aku mantapkan memesan buku ini meskipun masih menunggu hingga POnya ditutup.
Dalam perjalanan penulisannya, kontributor didampingi psikolog dr Maria Rini Indriarto dan mba Intan Maria Halim ini menceritakan kisah perjalanannya merawat jiwanya dan berproses untuk sembuh. Bersyukur, ada spoiler Catatan perjalanan mba Triana Dewi, kontributor buku Pulih yang memilih bangkit dari kepedihan kehilangan suami. Seperti ini penggalan kisahnya:
Kenangan Tentang Suami
De, selamat ya bukumu terbit lagi. Coba kalau kamu punya waktu luang, pasti sudah menjadi penulis terkenal
De, terimakasih ya sudah menjadi ibu yang hebat, kamu sabar sekali menghadapi anak-anak
De, maafkan aku ya, selalu merepotkanmu. Aku pengin sembuh, aku gak mau sakit lagi
De, terimakasih sudah sabar merawatku, nanti kalau aku sudah sembuh, aku mau menemanimu jalan-jalan kemana saja
De, kenapa nggak jadi ambil S3 mu? uangnya habis untuk terapiku ya?
De, terimakasih ya, sudah rajin memasak tetapi kalau kamu capek, beli aja tidak usah masak lagi, biar bisa beristirahat
Suara suamiku itu seolah-olah berbisik di telingaku, setiap malam selalu terngiang.
Setiap malam selalu teringat, seringkali malam sudah larut, tetapi aku belum bisa memejamkan mataku. Terbayang tatapannya yang teduh dan semangatnya untuk segera sembuh
Lalu rasa bersalah itu menghantam-hantam kepalaku, menyesakkan dadaku
Aku tidak apa-apa capek, aku tidak apa-apa kurus kering,aku tidak apa-apa nggak nerbitin buku lagi,
Aku nggak papa nggak jadi penulis terkenal,
Aku nggak papa nggak sekolah S3
Aku nggak papa merawat mu sepanjang waktu, menemanimu berobat seumur hidupku
Aku nggak papa mas, tetapi mas jangan pergi...
Baca juga : Cara mewujudkan Self Love
Di awal tulisan ini membuatku turut bersedih, sesak juga membacanya. Di titik balik beliau menuliskan sebagai berikut
Aku sesungguhnya terluka, aku bersedih, aku tak sanggup hidup sendiri, Aku ibu yang rapuh, Aku ibu yang tidak kuat
Wah, penasaran sama bukunya. Bisa dapat banyak pembelajaran nih dari buku ini. Karena aku pribadi masih sering ngeluh dengan masalah yang ada, padahal di luaran sana banyak yang lebih rumit permasalahannya.