(Review) Goodbye Things , hidup minimalis orang jepang
Fumio Sasaki, seorang yang hidupnya berubah total setelah memutuskan untuk hidup minimalis. Di dalam buku ini, Fumio Sasaki menceritakan bagaimana perjalanan hidupnya yang tadinya tak teratur dan selalu melihat diri dengan membandingkan dengan kehidupan orang lain berubah menjadi sosok pribadi yang bahagia dan penuh syukur.
Perjalanan hidup Sasaki berubah manakala mulai merenungkan kembali tujuan hidupnya dan memilih menjadi seorang minimalis. Berawal dari pertemuannya dengan salah seorang teman yang menerapkan hidup minimalis, Sasaki memutuskan merapikan hidupnya dengan mulai "membuang" barang-barang yang dirasa tak penting mulai dari koleksi buku, baju, hingga peralatan dapur dan televisi yang dirasa menyebabkan dirinya menunda pekerjaan rumah dikarenakan terlalu banyak daftar pekerjaan yang harus dilakukan dengan banyak barang.
Tentu bukan dalam waktu sekejap Sasaki memutuskan memulai hidup minimalis. Sasaki bahkan bercerita bahwa ia membutuhkan waktu lima tahun untuk membuatnya menjadi minimalis. Dalam buku ini, Sasaki berbagi tips bagaimana memulai menjadi minimalis serta perubahan apa saja yang ia rasakan setelah menjadi seorang minimalis. Dia menceritakan pula, bahwa minimalis bukanlah tujuan dan minimalis sama halnya dengan menjadi tidak minimalis. Setiap orang memiliki pilihan dalam hidupnya dan secara apik Sasaki menjelaskan bahwa menjadi minimalis sama baiknya menjadi bukan minimalis karena yang terpenting bukanlah tentang membanggakan sesuatu tetapi menyadari bahwa minimalis adalah sebuah proses agar hidup lebih berkualitas.
Di awal buku, Sasaki memberi contoh beberapa orang yang berhasil menerapkan hidup minimalis. Kemudian, dia bercerita perjalanan hidupnya yang bisa dibilang berantakan karena tidak menjadi diri sendiri dengan membandingkan hidupnya dan berkaca pada hidup orang lain dan akhirnya berhasil mengatasi segala perasaan negatifnya dengan membuang barang-barang seperti tumpukan koleksi buku yang meski banyak yang tak dibacanya, namun seolah membuatnya terlihat cerdas dan koleksi film yang ditontonnya hanya sekedar membuatnya tak kehilangan bahan obrolan.
Setelah membaca buku ini, pikiran saya menjadi terbuka. Karena ternyata menjadi minimalis dibutuhkan sebuah keberanian mengambil resiko untuk membereskan barang yang dirasa kurang penting. Semua ketakutan akan rasa kehilangan jati diri karena membuang barang atau ketakutan karena perkataan orang tentang kita sebenarnya tidak penting. Yang terpenting adalah bagaimana kita menikmati semua pekerjaan kita, waktu luang dan kebahagiaan dengan penuh rasa syukur karena telah menjadi pribadi yang baru dan lebih sosial. Sasaki bukan hanya mengajari kita untuk merapikan dan menata rumah tetapi juga kebiasaan dan hidup kita.
Goodbye, Things |
Perjalanan hidup Sasaki berubah manakala mulai merenungkan kembali tujuan hidupnya dan memilih menjadi seorang minimalis. Berawal dari pertemuannya dengan salah seorang teman yang menerapkan hidup minimalis, Sasaki memutuskan merapikan hidupnya dengan mulai "membuang" barang-barang yang dirasa tak penting mulai dari koleksi buku, baju, hingga peralatan dapur dan televisi yang dirasa menyebabkan dirinya menunda pekerjaan rumah dikarenakan terlalu banyak daftar pekerjaan yang harus dilakukan dengan banyak barang.
Tentu bukan dalam waktu sekejap Sasaki memutuskan memulai hidup minimalis. Sasaki bahkan bercerita bahwa ia membutuhkan waktu lima tahun untuk membuatnya menjadi minimalis. Dalam buku ini, Sasaki berbagi tips bagaimana memulai menjadi minimalis serta perubahan apa saja yang ia rasakan setelah menjadi seorang minimalis. Dia menceritakan pula, bahwa minimalis bukanlah tujuan dan minimalis sama halnya dengan menjadi tidak minimalis. Setiap orang memiliki pilihan dalam hidupnya dan secara apik Sasaki menjelaskan bahwa menjadi minimalis sama baiknya menjadi bukan minimalis karena yang terpenting bukanlah tentang membanggakan sesuatu tetapi menyadari bahwa minimalis adalah sebuah proses agar hidup lebih berkualitas.
Di awal buku, Sasaki memberi contoh beberapa orang yang berhasil menerapkan hidup minimalis. Kemudian, dia bercerita perjalanan hidupnya yang bisa dibilang berantakan karena tidak menjadi diri sendiri dengan membandingkan hidupnya dan berkaca pada hidup orang lain dan akhirnya berhasil mengatasi segala perasaan negatifnya dengan membuang barang-barang seperti tumpukan koleksi buku yang meski banyak yang tak dibacanya, namun seolah membuatnya terlihat cerdas dan koleksi film yang ditontonnya hanya sekedar membuatnya tak kehilangan bahan obrolan.
Setelah membaca buku ini, pikiran saya menjadi terbuka. Karena ternyata menjadi minimalis dibutuhkan sebuah keberanian mengambil resiko untuk membereskan barang yang dirasa kurang penting. Semua ketakutan akan rasa kehilangan jati diri karena membuang barang atau ketakutan karena perkataan orang tentang kita sebenarnya tidak penting. Yang terpenting adalah bagaimana kita menikmati semua pekerjaan kita, waktu luang dan kebahagiaan dengan penuh rasa syukur karena telah menjadi pribadi yang baru dan lebih sosial. Sasaki bukan hanya mengajari kita untuk merapikan dan menata rumah tetapi juga kebiasaan dan hidup kita.
Sepertinya aq gabisa jadi orang yang hidup mibimalis, wakwakwak
Butuh proses mbak..aku juga sedang belajar..memang tak mudah tapi insyaAllah bisa
Waahh jadi penasaran dengan bukunya.., thank you kak reviewnya sukses membuatku penasaran ��